20 Juli 2001
Namaku Mahendra Kurniawan, panggil saja Mahe. Kelas 2 SMA di salah satu sekolah unggulan Kota Malang. Aku hanya siswa biasa saja, bukan cowok tenar maksudnya, yang juga aktif pada kegiatan paskibra. Tapi meski aku bukan termasuk cowok tenar di sekolah, aku punya penggemar lho.
Tania Adiba Maheswara, kelas 1 SMA di sekolah yang sama denganku. Dialah penggemarku selama ini. Tania selalu memata-matai setiap langkahku di sekolah, sejak aku datang di parkiran di pagi hari sampai aku mau meninggalkan parkiran di siang hari sepulang sekolah. Ya, setidaknya itu yang aku rasakan setahun terakhir ini.
Dia selalu berdiri di barisan paling depan setiap aku menjadi petugas upacara. Dia selalu ada di jendela kelasnya di lantai dua setiap aku bermain basket di lapangan. Dia juga selalu ada di musola sekolah ketika aku salat duha. Pokoknya aku merasa selalu ada dia di setiap langkahku di sekolah.
Bukan hanya itu, Tania juga sering berkirim salam lewat radio yang sering kudengar di rumah. Dia selalu request lagu-lagu kesukaanku. Setiap hari Tania juga menelponku, meski langsung dia tutup ketika aku menyapanya dengan satu kata, 'halo'.
Aku tersanjung dengan semua yang dilakukan Tania selama ini, meski sayangnya aku tak punya perasaan apapun padanya. Dia bukan tipikal cewek yang kumau.
15 September 2001
Marita Ayuningtyas, dia tipikal cewek yang aku mau. Ayu seperti namanya, kalem, anggun, dan sekarang dia jadi pacarku. Sudah dua bulan ini aku jadian sama Marita. Senang dan bangga punya cewek secantik dia. Teman-temanku banyak yang iri. Maklum, Marita salah satu cewek idola yang diincar sama cowok-cowok di sekolah ini.
Hidupku terasa berubah sejak jadian dengan Marita. Bukan hanya aku harus antar jemput dia sekolah setiap harinya. Bukan juga aku harus antar jemput dia les setiap sorenya. Bukan, hidupku tak berubah karena dia.
Ada yang hilang dari kehidupanku. Gak ada lagi mata yang mengikuti langkahku di sekolah. Gak ada lagi yang berdiri di barisan paling depan saat aku bertugas menjadi pengibar bendera saat upacara. Gak ada lagi yang kirim salam dan request lagu kesukaanku. Bahkan Marita saja gak tahu lagu kesukaanku. Gak ada lagi yang salat duha bersamaku. Gak ada lagi yang bisa kusapa dengan satu kata setiap harinya di ujung gagang telpon itu.
Kemana dia?
Aku bahkan sengaja mondar mandir lewat depan kelasnya tapi gak pernah sekalipun bertemu dengannya. Gak ada yang menontonku main basket di lapangan tengah sekolah. Gak ada senyum manisnya di balik jendela kelas lantai dua.
Kenapa ada yang hilang sejak dia menghilang?
Bahkan kehadiran Marita gak bisa melengkapi hariku. Ada yang kurang rasanya dalam hariku. Aku gak peduli Marita bosan menungguku di kantin gara-gara aku kelamaan di musola ketika jam istirahat hanya untuk menunggu Tania. Aku gak peduli Marita marah-marah hanya karena motorku gak segera jalan meski sudah kunyalakan hanya untuk berharap Tania muncul dengan wajahnya yang riang.
Ah, ada apa denganku? Aku begitu kehilangan dia. Tapi aku gak punya keberanian untuk mencari Tania langsung ke kelasnya. Bahkan menyapanya sekalipun aku tak pernah selama setahun. Aku hanya melihatnya dari jauh. Melihatnya yang selama ini kukira tak berarti buatku. Tapi nyatanya ada kepingan puzzle yang kurang ketika dia hilang.
Ini rasa apa? Entahlah. Aku tak bisa memberi makna atas apa yang aku rasa.
Ada yang hilang dari kehidupanku. Gak ada lagi mata yang mengikuti langkahku di sekolah. Gak ada lagi yang berdiri di barisan paling depan saat aku bertugas menjadi pengibar bendera saat upacara. Gak ada lagi yang kirim salam dan request lagu kesukaanku. Bahkan Marita saja gak tahu lagu kesukaanku. Gak ada lagi yang salat duha bersamaku. Gak ada lagi yang bisa kusapa dengan satu kata setiap harinya di ujung gagang telpon itu.
Kemana dia?
Aku bahkan sengaja mondar mandir lewat depan kelasnya tapi gak pernah sekalipun bertemu dengannya. Gak ada yang menontonku main basket di lapangan tengah sekolah. Gak ada senyum manisnya di balik jendela kelas lantai dua.
Kenapa ada yang hilang sejak dia menghilang?
Bahkan kehadiran Marita gak bisa melengkapi hariku. Ada yang kurang rasanya dalam hariku. Aku gak peduli Marita bosan menungguku di kantin gara-gara aku kelamaan di musola ketika jam istirahat hanya untuk menunggu Tania. Aku gak peduli Marita marah-marah hanya karena motorku gak segera jalan meski sudah kunyalakan hanya untuk berharap Tania muncul dengan wajahnya yang riang.
Ah, ada apa denganku? Aku begitu kehilangan dia. Tapi aku gak punya keberanian untuk mencari Tania langsung ke kelasnya. Bahkan menyapanya sekalipun aku tak pernah selama setahun. Aku hanya melihatnya dari jauh. Melihatnya yang selama ini kukira tak berarti buatku. Tapi nyatanya ada kepingan puzzle yang kurang ketika dia hilang.
Ini rasa apa? Entahlah. Aku tak bisa memberi makna atas apa yang aku rasa.
#30DWC #30DWCJilid13 #Squad10 #Day17 #TemaMaknaRasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar