Aku adalah orang yang gak terlalu percaya makna persahabatan. Gak perlu kaget begitu bacanya. Aneh sedikit, tapi rasanya ini masih wajar kok. Meski mungkin aku hanya 1 diantara 1000 orang yang gak terlalu percaya makna dari persahabatan.
Sahabat buatku adalah teman paling dekat, paling memahami kita begitupun sebaliknya. Sahabat itu ibarat kita luka, dia lah P3K nya. Sahabat itu kalau kita kehujanan dialah yang pertama kali berbagi payung dengan kita. Sahabat itu tertawa dan menangis bersama. Sahabat itu brankas dari semua rahasia dan aib kita. Sahabat itu orang yang paling hafal dengan nada dasar kentut kita.
Ekspektasi terlalu tinggi akan makna sahabat membuatku malah akhirnya skeptis akan ikatan paling erat dalam hubungan pertemanan ini. Aku terlalu berharap banyak ketika sudah mendeklarasikan seseorang menjadi sahabat. Aku mencurahkan seluruh energi untuk sahabat tapi aku gak mendapatkan sebaliknya.
Sejak SD hubunganku dengan teman sekolah hanya sebatas belajar bersama. Meski sekarang setiap tahun berkumpul untuk reuni, aku belum bisa menyebutnya sahabat. Bagaimana tidak, kabar mereka saja aku tak tahu. Pun sebaliknya, mereka juga tak tahu bagaimana kabarku. Yang seperti itu bukan sahabat bagiku.
Sampai di masa kuliah aku dekat dengan beberapa teman. Kita saling mendukung, saling berbagi cerita dan juga berbagi nasi warteg kala uang kiriman dari orang tua mulai menipis. Tapi ketika dia ingin menangis dan bukan kita orang pertama yang dicari, aku sebut itu bukan sahabat.
Di masa kerja juga sama. Delapan jam dalam sehari, selama lima hari dalam seminggu bertemu tidak membuat kita menjadi sahabat. Apalah arti sahabat kalau kita bercerita sesuatu pada si A, esoknya akan sampai pada si B, hingga si T. Bukan itu arti sahabat. Bukan.
Menurunkan ekspektasiku tentang arti persahabatan itu bukan perkara mudah. Aku suka mendengar curhat alias curahan hati teman-teman. Membantu mencari solusi masalah, atau sekedar meringankan beban di hati mereka adalah hal yang sangat menyenangkan buatku. Tapi tidak serta merta bisa disebut aku sahabatnya. Tidak bisa.
Ekspektasi yang tinggi ditambah dengan kekecewaan yang beberapa kali muncul dalam suatu hubungan dekat pertemanan membuatku semakin bertanya, apalah arti sahabat.
Kadang aku iri dengan teman-temanku yang masih awet akrab dengan teman-teman SD, SMP, SMA ataupun kuliahnnya. Sedangkan aku setiap hari sudah disibukkan dengan keluarga. Pernah seorang teman berkata, "Kalau kita sudah berkeluarga memang gak bakal lagi sempat berpikir tentang persahabatan."
Perkataan yang cukup menghibur, tapi tetap tidak bisa menjawab pertanyaanku tentang arti sahabat.
#30DWC
#30DWCJilid12
#Squad3
#Day16
#Sahabat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar