Minggu, 03 Juni 2018

Dekat Tapi Jauh

20 Juli 2001

Namaku Tania Adiba Maheswara, panggil saja aku Tania. Aku kelas 1 SMA di salah satu sekolah unggulan Kota Malang. Aku hanya murid biasa saja, bukan cewek tenar dengan banyak penggemar. Aku juga bukan tergolong murid yang aktif dalam organisasi atau kegiatan ekstrakurikuler. Teater adalah satu-satunya kegiatan ekstra yang aku ikuti.

Aku pernah nyoba ikut ekstrakurikuler paskibra, tapi akhirnya mundur karena aku gak kuat ikutin latihan fisiknya yang lumayan berat. Lagian aku gak benar-benar suka sama eskul itu. Aku ikut cuma karena ingin sering bertemu dengan Kak Mahe, cinta pertamaku.

Mahe, nama lengkapnga Mahendra Kurniawan. Kelas 2 SMA di sekolah yang sama denganku. Aku suka sama dia sejak pertama bertemu. Kita pertama bertemu saat aku ospek. Dia adalah pembimbing baris berbaris di kelompokku. Kalau ditanya ganteng apa enggak, mungkin orang lain akan bilang dia biasa saja. Kak Mahe bukan tipikal cowok tenar yang banyak penggemar. Dia juga bukan aktifis di sekolah. Satu-satunya ekskul yang dia ikuti hanya paskibra. Meski sebenarnya dia juga jago basket, tapi dia gak ikut ekskul yang isinya cowok-cowok tenar sekolahan itu.

Sejak ospek hari pertama, aku langsung jatuh cinta padanya. Wajahnya yang kalem dan tatapan matanya yang sendu membuat aku selalu rindu. Sejak saat itu aku selalu mengikuti setiap langkahnya di sekolah.

Setiap pagi aku selalu menunggunya di dekat parkiran. Aku pura-pura duduk di kursi kantin dekat parkiran, hanya untuk menunggunya lewat. Sudah, itu saja. Hanya melihatnya lewat saja. Begitupun saat pulang sekolah. Aku melakukan hal yang sama.

Aku juga selalu berdiri di barisan paling depan setiap Kak Mahe menjadi petugas upacara. Aku pun selalu melihat dia dari jendela kelasku di lantai dua ketika dia bermain basket di lapangan. Satu hal yang paling aku suka ketika melihat Kak Mahe adalah ketika wajahnya basah oleh air wudhu sebelum salat duha. Awalnya aku hanya melihatnya dari kejauhan, lama kelamaan aku tertarik untuk ikut salat duha. Pokoknya aku selalu mengikuti langkah Kak Mahr dimanapun dia berada di sekolah.

Bukan hanya itu, aku juga sering berkirim salam untuk kak Mahe lewat radio. Aku request lagu-lagu kesukaannya. Aku mencari tahu lagu-lagu kesukaan kak Mahe dari teman sekelasku yang kebetulan adalah tetangganya. Mencari tahu dengan sangat hati-hati karena aku gak ingin seorangpun tahu tentang perasaanku pada kak Mahe.

Selain itu, setiap hari akubjuga menelpon ke rumah kak Mahe. Hanya mendengarkan suaranya berkata 'halo' saja aku sudah berbunga-bunga.

Tapi ...

Selama ini aku gak pernah berani menunjukkan perasaanku pada kak Mahe. Saat berkirim salam lewat radio pun aku selalu memakai nama samaran, Nia. Jadi sepertinya kak Mahe bahkan tidak mengenalku. Lagipula siapalah aku. Pasti aku bukan tipikal cewek yang dicari kak Mahe. 


15 September 2001

Marita Ayuningtyas, nah ini dia ternyata tipikal ceweknya kak Mahe. Ayu seperti namanya, kalem, anggun, dan sekarang dia jadi pacar kak Mahe. Sudah dua bulan ini mereka jadian. Pasti kak Mahe senang dan bangga punya cewek secantik dia. Maklum, Marita salah satu cewek idola yang diincar sama cowok-cowok di sekolah ini.

Mereka tampak serasi, ganteng dan cantik. Selalu berangkat dan pulang sekolah bareng. Hatiku hancur. Cinta pertamaku sudah ada yang punya. Berangkat sekolah rasanya tak lagi semangat seperti biasa. Aku gak pernah lagi menunggu kak Mahe di tempat parkir. Aku gak pernah lagi berdiri di barisan paling depan saat upacara. Aku gak kirim-kirim salam dan request lagu kesukaannya di radio lagi. Bahkan untuk salat duha aku menunggu dia pergi dari musola dulu. Aku pun tak lagi punya semangat untuk mendengar satu kata 'halo' di ujung gagang telpon.

Ah, kak Mahe pun gak sadar dengan kehadiranku yang selalu mengikuti langkahnya di setiap sudut sekolah ini. Aku pun belum pernah berkenalan langsung dengannya. Dia mungkin bahkan tak pernah tahu ada makhluk bernama Tania di sekolah ini. Jadi, gak akan ada artinya kalau aku tak lagi mengikuti langkahnya lagi.

Kak Mahe, kita ini sebenarnya dekat tapi jauh. Kita satu sekolah, tapi jarak kita terlalu jauh, baikan bumi dan matahari. Aku tak berani berharap lagi.

(Cerita ini lanjutan dari Ini Rasa Apa?)

#30DWCJilid13 #Squad10 #Day18 #TemaJauh
This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar