Kamis, 05 April 2018

Di balik Tema Biola


Semangat pagi Penikmat Kopi.

Sebuah tema yang cukup mematikan para fighter penulis di Squad 3 grup 30 Days Writing Challenge (#30DWC) Jlid 12. Sampai malam begini, sebagian besar fighter masih berkutat mencari ide 'mengolah' biola. 

Ada yang mencari filosofi biola, ada juga yang menyusun segala kemungkinan cerita berkaitan dengan biola. Bahkan ada yang melontarkan ide tentang kisah cinta dua pemain biola. Tapi memang menuangkan ide untuk menyusun kata bertemakan biola ini tidak mudah. 

Aku yang seharian ini kerjanya duduk manis menjaga lapak pameran, mencoba memanfaatkan waktu untuk membaca segala hal tentang biola. Aku jadi tahu kalau biola itu hanya punya 4 senar. Aku baru tahu kalau nada paling rendah dari biola adalah G. Aku juga baru tahu kalau ada alat musik viola dan cello yang masih termasuk dalam keluarga biola. 

Tantangan menulis dengan tema biola ini ternyata ada hikmahnya juga ya. Aku jadi terpaksa membaca all bout violin. Padahal sebelumnya yang kutahu tentang biola hanya sebuah alat musik gesek. Alat musik yang alunan merdunya mampu menghipnotis keheningan menjadi suasana yang manis dan romantis. 

Biola modern pertama kali bermula di Italia Utara pada abad ke-16 terutama di kota pelabuhan Venice dan Genoa. Nah, ternyata biola bermula di kota yang juga terkenal akan suasana romantisnya, Venice. Berarti si biola ini benar-benar sempurna ya aura romantisnya.

Bermula dari mencari referensi tulisan bertemakan biola, aku jadi gak sengaja juga tahu kalau biola modern tertua dengan 4 senar yang pernah dicatat dibuat oleh Andrea Amati tahun 1555. Sedangkan sebelumnya juga ada alat musik mirip biola yang hanya memiliki 3 senar. Alat musik ini bernama violetta

Aku pun mendapatkan hasil pencarian berupa satu karya berjudul 'Biola Tak Berdawai' yang menceritakan ketangguhan seorang Renjani dalam menghadapi ujian hidup. Resensi-resensi tentang karya ini mengingatkanku untuk tidak banyak mengeluhkan keadaan. Kita harus selalu kuat menghadapi ombak kehidupan yang siap datang kapan saja untuk menerjang.

Derita mencari ide untuk menulis tentang biola ini awalnya memang menyiksa. Seperti memeras santan kelapa, rasanya apa yang kupikirkan sudah sampai perasan tetes terakhir. Mentok. Habis. Tak ada ide sama sekali. 

Tapi ternyata disitulah letak perjuangan seorang penulis. Salah satu cara yang bisa ditempuh kalau kehabisan ide adalah dengan membaca. Dan ternyata banyak ilmu baru yang kudapatkan tentang biola. Meski sayangnya tidak kutemukan cara cepat membuat badan ini langsing dan indah seperti bentuk biola.

Dan jurus terakhir yang kupakai di balik tema biola ini adalah, 'Gak punya ide itu adalah ide untuk menulis'.

#30DWC
#30DWCJilid12
#Squad3
#Day15
#Biola

4 komentar:

  1. Luar biasa idenya Mak.. Hihihi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mentok mak gak tahu mau bahas apa tentang biola. Mau buat fiksi meres santannya lebih kenceng lagi. Hahaha

      Hapus
  2. enggak punya ide tapi bisa menulis sepanjang ini,hadehhhhh

    BalasHapus