Senin, 30 April 2018

Resensi Buku: Bumi


Semangat pagi Penikmat Kopi. 

Aku mau nulis resensi novel dari penulis favoritku nih, Tere Liye. Bukan seperti novel-novel sebelumnya yang menceritakan dunia nyata dengan segala warna-warni kehidupannya, kali ini Tere Liye menyuguhkan cerita fantasi. Membaca novel berjudul Bumi ini mengingatkanku pada serial Harry Potter. Novel Bumi adalah buku pertama dari 4 buku dalam serial ini. Buku berikutnya adalah Bulan, Matahari dan Bintang.

Judul: Bumi

Penulis: Tere Liye

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Kota Penerbitan: Jakarta

Tahun Terbit: 2014

Cetakan: Kelimabelas, Januari 2017

Ketebalan: 440 halaman

ISBN: 978-602-03-3295-6

Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh. Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian. Aku punya dua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolah  seru. Teman-temanku baik dan kompak.
Aku sama seperti remaja kebanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.
Namaku Raib. Dan aku bisa menghilang.
Bercerita tentang Raib, seorang gadis kelas sepuluh SMA yang suka membaca dan suka pelajaran bahasa. Raib hanya gadis biasa sama dengan yang lainnya kecuali tentang keistimewaan yang dimilikinya. Dia bisa menghilang jika menutupkan kedua tangan di wajahnya. Keistimewaan ini sudah dimilikinya sejak umur 2 tahun. Tidak satu orang pun mengetahui hal ini.

Sampai suatu hari Ali, si kutu buku, teman sekolahnya mengetahui keistimewaan Raib. Mereka sama-sama sedang dihukum Miss Selena, guru matematika, karena tidak mengerjakan tugas. Raib menghilang dan Ali melihat prosesnya. 

Suatu hari Raib mengalami kejadian aneh di rumahnya. Ada sosok tinggi kurus yang tiba-tiba muncul di cermin kamarnya. Tamus, mengaku kenal Raib sejak ia kecil. Anehnya, si Hitam kucing milik Ra, panggilan Raib, ada di balik cermin bersama sosok itu. Tamus memberitahu jika Ra bisa menghilangkan barang yang ada di sekitarnya. 

Ra juga mendapatkan buku PR matematika dari gurunya yang berisi pesan singkat yang aneh. Pesannya adalah apapun yang terlihat, boleh jadi tidak seperti yang kita lihat. Apapun yang hilang, tidak selalu lenyap seperti yang kita duga. Ada banyak sekali jawaban dari tempat-tempat yang hilang. Kamu akan memperoleh semua jawaban. Masa lalu, hari ini, juga masa depan.

Keanehan demi keanehan semakin sering hadir dalam hidup Ra sejak pertemuannya dengan Tamus. Termasuk terjadinya kekecauan di dekat sekolah yang merobohkan gardu listrik dan hampir mengenai tubuh Ra dan Selly, sahabatnya. Pada kejadian itu tiba-tiba Selly bisa mengeluarkan listrik dari tangannya dan Ra bisa menghilangkan gardu listrik itu. Ali, si kutu buku, yang melihat kejadian itu mengajak mereka untuk segera lari ke aula sekolah. 

Ternyata cerita lebih seru justru berawal di aula sekolah tersebut. Raib, Selly dan Ali bertemu dengan Tamus dan anak buahnya. Tamus ingin membawa Raib ke dunia Bulan agar membantunya membangkitkan kembali Si Tanpa Mahkota yang dipenjara di Penjara Petak Bayangan Tanpa Bayangan.

Kejadian ini mengungkap fakta tentang asal usul Raib, Selly, Ali dan Miss Selena, sang guru Matematika. Raib dan Miss Selena adalah keturunan klan Bulan. Sedangkan Selly adalah klan Matahari dan Ali adalah manusia biasa dari klan Bumi. 

Membaca novel ini memerlukan waktu lama karena aku harus beberapa kali menutup dan membuka kembali bukunya. Tere Liye selalu berhasil membuat aku larut dalam ceritanya. Ada rasa tegang, takut, dan penasaran sekaligus ketika membacanya. 

Meskipun novel ini berisi cerita fantasi, Tere Liye tetaplah penulis yang handal. Dia tetap menunjukkan ciri khas tulisannya yaitu detail dalam menggambarkan setiap latar tempat, waktu maupun konflik yang terjadi. Tere Liye selalu sukses membuat cerita yang mengalir tapi tajam dan mampu menghipnotis pembaca untuk larut ke dalam imajinasinya.

2 komentar:

  1. Setujuuu.... Tere Liye favorit deh ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan tau gak sihh, aku terlambat mengenal novel-novelnya. Sekarang baru kejar setoran. Hehe

      Hapus