Semangat pagi Penikmat Kopi.
Tiga puluh hari itu ternyata gak lama ya. Tanpa terasa kami para peserta #30DWCJilid12 sudah sampai di penghujung masa. Program 30 day's writing challenge telah usai, tapi bukam berarti langkah kami dalam dunia kepenulisan telah selesai. Masih panjang perjalanan kami untuk menimba ilmu dalam dunia ini. Ada cita-cita besar yang harus dicapai.
Ada beberapa hal menarik yang perlu aku catatkan selama mengikuti program ini. Ada kata-kata dari mentor yang cukup membuatku berpikir. Apa tujuanmu menulis? Apakah hanya untuk menjaga konsistensi menulis setiap hari? Apa manfaat tulisan-tulisanmu selama ini? Apa yang kamu tulis sudah bisa dikatakan sebagai rancangan naskah bukumu?
Aku terpaksa mengingat lagi tujuanku menulis. Aku menulis untuk bahagia. Tujuan yang ini memang masih untuk diri sendiri. Dan dengan rutin menuliskan apa yang ada dalam pikiran setiap hari, aku rasa cukup membuatku bahagia. Menulis bisa menjaga kewarasan diriku untuk berada pada tingkat stabil.
Tujuan berikutnya adalah berbagi kebaikan melalui tulisan. Selama ini aku pikir dengan berbagi pengalaman kehidupanku sehari-hari akan cukup membawa kebaikan untuk orang lain. Meski tidak banyak setidaknya ada sejumput hikmah yang bisa dipetik dari ceritaku. Ada sedikit manfaat yang bisa dipelajari dari kisah hidupku.
Tapi kata-kata dari mentor membuatku menelaah kembali semua proses ini. Terbersit bayangan untuk mengemas tulisan-tulisanku dalam bentuk yang lebih baik dan dibukukan. Bukankah itu akan lebih bermanfaat bagi pembacanya?
Ah, buku. Untuk yang satu ini idealismeku terlalu tinggi. Aku selalu menyamakan penulis dengan penyanyi. Keduanya bisa diterbitkan melalui dua jalan, mayor dan indi. Butuh kerja keras untuk menjadi penulis dan penyanyi yang dilahirkan dari jalan mayor. Tulisan dan suaramu harus dipastikan benar-benar bagus sebelum dinikmati oleh orang-orang di luar sana. Harus banyak berlatih, harus sabar melaui berkali-kali penolakan. Tapi ketika kamu berhasil, tulisan dan lagumu benar-benar bisa dinikmati dengan baik dan nyaman oleh pembaca dan pendengarnya.
Lalu bagaimana dengan buku dan lagu indi? Sebenarnya banyak penulis dan penyanyi yang menerbitkan buku dan lagunya secara indi tapi memiliki kualitas yang bagus. Tapi banyak juga yang menempuh jalan ini demi status dikenal sebagai seorang penulis dan penyanyi. Ketika kalian mendengarkan deretan lagu masa kini, pasti pernah berkomentar, "Ini lagu apa sih? Kayak gini kok bisa 'dijual'?"
Dari kualitas lagu, lirik apalagi dari teknik vokal penyanyinya banyak yang sebenarnya belum layak untuk dibilang penyanyi. Nah, yang semacam ini apa bisa dibilang bermanfaat?
Analoginya sama dengan penulis. Gak jarang aku menemukan buku-buku teenlit ataupun genre lain di toko buku yang dicetak dari penerbit kurang terkenal. Banyak dari mereka isi ceritanya mirip-mirip. Gak ada ide baru. Itu buku yang diterbitkan secara mayor lho. Hanya penerbitnya tidak terlalu besar. Itu saja sudah seperti acara telivisi yang harusnya gak layak lolos saringan KPI tapi entah bagaimana bisa tayang setiap hari. Apalagi dengan buku yang diterbitkan secara indi. Tanpa banyak melalui proses editing dan pengolahan tulisan lebih jauh lagi tiba-tiba ribuan eksemplar buku indi beredar.
Nah, pertanyaan-pertanyaan dari mentor #30DWC berhasil menguliti idealismeku ini. Ketika kamu berstatus menerbitkan buku, apakah tulisan-tulisanmu itu sudah layak? Apa manfaat dari tulisan-tulisanmu? Apa semua tulisan yang akan kamu terbitkan sudah layak disebut sebagai naskah?
Ya mentor, #30DWCJilid12 telah usai tapi perjuanganku untuk belajar membuat tulisan yang bermanfaat dan tulisan yang layak disebut naskah buku belum selesai. Aku masih butuh ditempa dan dikritik oleh banyak pembaca. Aku harus menambah daftar tujuan menulisku, bukan hanya untuk bahagia dan bermanfaat saja. Aku harus menjadi penulis buku agar tulisan-tulisanku memiliki kebermanfaatan yang lebih besar bagi pembacanya.
#30DWC #30DWCJilid12 #Squad3 #Day30
Semangat terus mbak :)
BalasHapushehehe maturnuwun
Hapus